Hihi sudah mati

aisyah.
3 min readJul 7, 2024

--

Halo Hi. Aku biasanya ngga menulis buat yang sudah mati. Aku menulis buat bertahan hidup, sedangkan menulis untuk yang mati cuma bakal bikin aku cepat mati. Urusan di antara kita sebetulnya sudah selesai, sejak tukang sayur depan rumah bilang ada pengendara aneh yang menggendong jasad kucing hitam malam-malam untuk dikuburkan karena takut diterjang sial. Walaupun dalam keyakinan ibu kamu cuma hilang, aku yakin sebetulnya kamu memang sudah mati. Lebih mudah seperti itu.

Gimana rasanya mati, Hi?
Ada malam-malam panjang yang bikin aku ngga bisa tidur karena takut mati. Ada juga siang-siang terang dimana aku senang sampai ga ingat mati. Kata orang-orang hi, sejauh apapun kita berlari, tidak akan lebih cepat dari maut yang menghampiri. Hidup manusia dan kematian ibarat penumpang yang menjemput kereta dengan menyusuri sepanjang besi-besi dan kerikil-kerikil rel tepat di jalur keretanya akan datang. Bahkan kalaupun ia diam, keretanya akan tetap datang. Tapi setidaknya walau sudah mati, ada yang menulis tentang kamu, Hi. Setidaknya orang-orang jadi tau ada kucing hitam yang namanya Hihi. Setidaknya aku masih bisa menulis, bahwa katanya lagi, kematian itu dekat Hi. Kalo engga ya, berarti mereka yang — merasa — jauh.

Beberapa waktu terakhir, Hi. Aku tengah merasakan semua perasaan buruk selain senang. Semuanya tampak menyebalkan. Tuts keyboard yang sedang aku tekan. Suara detik jam yang bergerak malam-malam. Bahkan stop kontak yang cuma diam. Apa menurutmu aku juga ingin mati? Tidak Hi. Aku tidak ingin mati. Sepanjang hari, sepanjang minggu, bahkan sepanjang tahun-tahun ke belakang, aku tidak pernah berhenti memikirkan sedemikian banyak cara untuk bertahan. Bagaimana caranya segera merampungkan apa-apa yang perlu aku tuntaskan. Aku ingin semuanya cepat-cepat berakhir dan selesai.

Sebelum kemudian aku menyadari, bahwa sepertinya selesai adalah kata yang tidak mungkin digapai. Seperti ketika kamu selesai mendengarkan satu lagu dan berlanjut mendengarkan lagu setelahnya dalam satu playlist, kemudian terhubung hingga ke playlist-playlist lainnya. Atau ketika kamu selesai menghabiskan satu porsi sarapan, dan nantinya akan selesai satu porsi makan siang, makan malam, sarapan berikutnya. Tidak ada yang benar-benar selesai.

Kalau makan poured tiramisu di cafe kecil di ujung kota dan bercengkerama mengeluhkan hari-harimu hingga membahas seluruh harapanmu bersama seorang teman hingga petang, disebut sebagai cara bertahan. Lalu bagaimana cara untuk hidup, Hi? Menilik dari kisahmu yang telah mati, rasanya keinginan bertahan terdengar canggung dan tidak percaya diri. Mungkin sebenarnya daripada cuma keinginan untuk bertahan, aku lebih ingin hidup.

Aku ingin punya keinginan-keinginan yang tidak perlu aku nantikan kapan ia akan selesai. Aku ingin menjalaninya tanpa mempertanyakan apa-apa yang memang belum waktunya diakhiri. Aku ingin menikmati setiap jengkal dari prosesnya, menemukan hal-hal baru di dalamnya, mempelajari segala yang belum pernah kuketahui sebelumnya, menjadi ahli dari apa-apa yang aku usahakan berulangkali. Aku ingin tumbuh dari keinginan-keinginan sederhana yang dirawat sepenuh kasih sayang dan dibesarkan dengan penuh iman, untuk akhirnya dapat dinikmati dengan penuh kelezatan.

Kadang aku mulai memikirkan tentang kamu yang mungkin saja memang belum pulang, Hi. Kamu cuma sedang pergi ke suatu tempat dimana ngga perlu kepikiran tentang harapan dan memusingkan hasil akhir dari setiap perjalanan. Kamu cuma sedang ingin berjalan jauh, melompat setiap ada yang merendahkan sayap, mengendus bau kaki-kaki busuk di sepanjang jalan, dan mencicipi makanan yang jauh berbeda dari apa-apa yang biasa disediakan. Mungkin saja kamu sebenarnya tidak mati, Hi. Kamu sedang hidup dalam apa-apa yang membuatmu hidup.

Sampai jumpa di kehidupan selanjutnya, Hi.

--

--